Tiga bulan berlalu, dan waktu yang ditunggu-tunggupun tiba, sederet nomor asing dengan kode +85 untuk yang pertama kalinya mengisi daftar nomor ponsel Bima. “Nomor HK!”*) Pikirnya.
Ohh…angin pagi itu mendadak terasa sejuk segar, dibawah gantungan-gantungan sangkar burung didepan kios penjual burung, untuk yang pertama kalinya Bima mendapat kabar dari Tika setelah selang selama tiga bulan berada dalam kesunyian hati.
Ya, kabarnya disana belum diijinkan menghubungi siapapun kalau kurang dari tiga bulan, hmmm…peraturan yang aneh!
“Kabar baik kak, adik mendapatkan majikan yang baik dan justeru amat sayang kepada adik.” tulisan pesan singkat Tika berderet lembut mengiringi senyum lega Bima .
Kak, begitu panggilan akrab Tika terhadap Bima, mau apa lagi? Toh Bima juga senang dipanggilnya “kak”, meskipun terasa nyeri seperti sayatan welhit**) pada perut ikan yang habis dipancing, tidak terasa, karena terkalahkan oleh pasrah meskipun sebenarnya sakit sekali.
Semakin hari semakin akrab dan dekat, tutur kata dan tulisan-tulisan Tika sayang sekali untuk dibuang, bertumpuk padat menggeser siapapun dalam kotak masuk pesan. Disimpan, dicopy, sampai meluber keluar dari ponsel. Ya, buku diarylah solusinya! Pada akhirnya capek juga Bima melihat tak ada lagi tempat untuk menaruh tulisan-tulisan Tika yang memesona hati Bima. Dibiarkan saja tetap masuk, merangsek mencari tempat sendiri-sendiri, ada yang di otak, telinga, mata, kepala, dan….yupp! “Aku simpan saja dihati!” pekik Bima dalam hati.
Entahlah, mungkin Bima merasa bahwa tak ada waktu untuk menyalin atau menyimpannya, yang penting poinnya saja lah, Tika bukanlah wanita pembohong, dia anak baik-baik dan dari keluarga yang baik-baik pula.
Masih seperti setengah tahun yang lalu, setiap malam tiba Bima berharap ia masih punya sisa pulsa sekedar untuk menggoda “adik” barunya, namun betapa sedih dan pilunya hati Bima saat mendapati pesan tertulis dari sang operator yang memberitahukan bahwa: Sisa pulsa anda Rp: 0. Kandas sudah cintanya dihantam angka nol!
Tapi Tika wanita yang sarat dengan pengertian, ia tahu manakala beberapa SMSnya tanpa balas, ia menyangka kalau tidak terlalu sibuk ya pasti tak punya pulsa. Makanya sesegera mungkin ia ambil tindakan mengalah untuk calling si Bima, Ia juga tahu bahwa Bima membutuhkannya dan diapun membutuhkan Bima, jadi antara keduanya telah saling terkait dengan kebutuhan. Entah kebutuhan apa namanya kita tak tahu, yang penting antara keduanya saling merasa takut kehilangan satu sama lain.
Komunikasi antara Bima dan Tika berjalan mulus-mulus saja tanpa ada kendala yang berarti. Entah karena saking pandainya main “petak umpet” ataukah saking bodohnya isteri Bima yang tidak menyadari ada sebuah payung besar berbentuk hati merah tua diatas atmosfir Indonesia-Hongkong. Sebagai seorang isteri sebenarnya jiwa analisis dan deteksinya tinggi manakala melihat perubahan sikap suaminya. Tapi yang ini tidak, namun justeru cuek dan tak peduli, orang Jawa bilang: Ora ngurus kapur barus!***) Atau mungkin juga ia menyadari tak mampu mengimbangi suaminya sehingga ia membiarkan suaminya berbingung-ria terhadapnya. Aneh!
Saat para suami gelisah dengan isterinya yang cemburuan justeru Bima bingung dengan isterinya yang tidak cemburuan, hmm…ada apa ini! Juga saat para suami yang dibuat jengkel karena ponselnya direbut isterinya yang memergoki sedang ngobrol dengan wanita lain justeru Bima angkat pundak keheranan saat isterinyta tak mau diajak ngobrol dengan Tika melalui ponsel, malu, tak mau atau tak bisa? Masa iya sich?!
Menggelikan sekali, kejengkelan Bima bukan disebabkan oleh isterinya yang super kritis atau suka komplain, tapi justeru dengan ndhableg****)nya. Banyak orang berkata: “Enak punya isteri kayak gitu, bisa bebas ditinggal selingkuh!” itu kata mereka yang dianggap Bima “Laki-laki gak bener!” Setiap laki-laki yang baik tentu saja mengharapkan mempunyai satu wanita saja sebagai pendamping hidupnya, yang bisa diajak share, becanda, musyawarah, dan pantas diajak kemanapun, tapi impian tersebut hanyalah sebatas impian belaka, sebab karakter wanita yang didamba-dambakannya tersebut justeru ada dalam diri Tika, yang bahkan sampai sekarang belum pernah sekalipun ditemuinya, benar-benar mengenaskan!
Tidaklah munafik, setelah 1,5 tahun mereka berhubungan tentu menyimpan rasa penasaran yang cukup dalam, dan itu manusiawi. Tahap selanjutnya adalah wajah, setelah suara dan karya mereka jual-belikan. Timbul inisiatif untuk sedapat mungkin bisa lihat bagaimana rupa orang yang singgah dipikirannya masing-masing. Ya, MMS adalah jalan keluarnya!
Mengingat Bima juga seniman lukis, tidaklah mengapa jika ia berniat melukis Tika, dengan cara lebih dulu meminta foto melalui layanan MMS, dan berhasil memang, sekitar 12 foto masuk beruntun, waw…ternyata cantik juga si Tika, sesuai namanya Mustika Aji Prameswari.
Waktu bergulir begitu cepat, namun jejak-jejak pencuri masih tetap membekas dilantai dan semakin tebal membentuk pola hati. Ya, pencuri hati telah menyatroni rumah tubuh Bima tanpa kendala, lancar-lancar saja, ibarat laju mobil dijalan tol. Entahlah, semakin tanpa rintangan Bima semakin kebingungan dibuatnya.
Yaitu pertama, ia telah berumah-tangga tiada kurang suatu apapun. Yang kedua, ia bertemu dengan seorang wanita dengan segala kesiapannya sebagai seorang isteri. Dan yang ketiga, ia mempunyai isteri yang SDMnya jauh dibawah rata-rata, sehingga seakan-akan ia merasa snewen memikirkannya. Berat, dan sulit menelaah nasehat-nasehat atau masukan yang berusaha masuk dipikiran isterinya. Akhirnya semua impian yang ada hanya tinggal impian belaka, beda misi dan jauh dari kata: seimbang. Disatu sisi lagi ia bertemu dengan wanita yang sehati, sehoby, ibarat mobil tinggal pancal gas saja tanpa lebih dulu servis sana sini yang membuang waktu.
Faktor penyebab kemalasan dalam pikirannya hanya satu, itu-itu saja. Yaitu sang isteri yang tak mampu mengimbanginya dalam hal apapun. Akhirnya Bima-lah yang mengalah untuk mundur beberapa langkah untuk mengiringi isterinya. Bersabar, menunggu, namun sesekali pernah pula sengaja meninggalkannya manakala kesabarannya benar-benar habis! Haruskah ia akan terus mengiringi langkah lamban isterinya sedangkan orang-orang telah jauh meninggalkannya? Pertanyaan seperti inilah yang setiap hari mengganggu pikirannya. Hingga tekanan-tekanan jiwanya sangat jelas terlihat dari raut mukanya, stress, linglung dan mungkin saja ia jadi gila!
Gila mungkin saja dapat terjadi pada diri Bima, karena dihadapkan dengan perkara-perkara yang kolot dan kaku, lucunya dari dulu sampai sekarang problemnya hanya itu-itu saja, tanpa perubahan atau naik tingkatan yang lebih tinggi. Lantas bagaimana pelajaran dan hikmah akan ikut naik ke tingkat yang lebih tinggi pula? Boleh dibilang selama 9 tahun hanya menduduki kelas satu. Selamat Bim!
“Ya, aku terima ucapan selamat darimu.”mungkin beginilah jawaban Bima atas ungkapan yang lahir dari pikirannya sendiri tersebut. Dan akankah ia bisa terus menerima sedangkan ia ingin menjadi orang yang maju dan berkembang? Bolehlah saat ini ia berkata demikian, tapi ia juga manusia biasa yang penuh dengan impian-impian selangit seperti kebanyakan manusia pada umumnya. Lihatlah bagaimana kesudahan manusia yang tak punya impian, hidupnya jauh dari semangat untuk maju. Semoga saja isteri Bima tidak termasuk dari golongan tersebut.
Sore itu, Bima mendapat kabar bahwa Ragil [adik Tika] akan berkunjung kerumahnya bersama dik Afan [anak Tika yang pertama], wajarlah, setelah sekian lama menjalin hubungan hanya melalui dunia maya akhirnya berniat melanjutkan hubungan ke dunia nyata, sebab mereka sama-sama bermaksud baik, yaitu menjalin tali persaudaraan.
Saat itu hujan, dengan mengendarai motor Vespa butut kesayangannya Bima menjemput mereka berdua di terminal setempat, dan pulang dengan perasaan antara percaya dan tidak percaya bahwa Ragil yang ia kenal dari dulu hanya lewat telephone sekarang bertamu dirumahnya, bersama sang keponakan, yaitu putra dari seseorang yang selama ini telah singgah dihatinya.
Terasa semakin dekat dan “ada”nya sosok Tika menurutnya. Tujuan pertama silaturahmi dan selanjutnya saling berbagi pengalaman masing-masing, membahas bisnis dan lain-lain. Adapun dik Afan tentu saja berpasangan dengan si Dede’ [anak Bima], akrab dan cocok satu sama lain. Dan mbak Nur [isteri Bima] begitulah…tak ada aktifitas yang menarik untuk di ceritakan.
Entah saking semangatnya ataukah memang sayang untuk ditinggalkan, bahwa malam pertama menginap, mereka sengaja tidak berniat untuk tidur. Hmmm…mengesankan.
Selama tiga hari tiga malam Ragil menginap dirumah Bima tanpa sedikitpun Bima merasa keberatan sebab sang tamu adalah pribadi yang halus dan sopan.
Dulu ada rencana bahwa dik Afan akan dipindahkan sekolah di tempatnya Bima satu sekolahan dengan Dede’, dan ini mungkin tahap “survey” untuk menentukan keputusan, mengapa demikian? Ya, ada alasan privative yang mendorongnya, yaitu masalah keluarga.
“Bagaimana anakku kak?’ Tanya Tika suatu ketika disele-sela obrolan. “Ganteng, mungkin mirip bapaknya kali…” jawab Bima seakan menggoda Tika. “Begitulah anakku kak, orangnya pendiam dan penurut, tidak seperti ibunya hehehe…” canda Tika dengan gaya bicara yang khas. Memang benar, bahwa dik Afan anaknya pendiam dan penurut, sungguh beruntung mempunyai anak seperti itu.
Bima berpikir, kalau rencana dik Afan jadi sekolah dan tinggal disini sungguh suatu kebahagiaan tersendiri baginya. Tak mengapa, hanya masalahnya sang isteri setuju atau tidak, tapi itu bisa diatur, “Bagi orang yang mau berbuat baik, aku yakin bahwa Tuhan bersama orang-orang yang berbuat baik dan menunjukkan jalan yang terbaik bagiku.” bisik Bima dalam hati.
Catatan kaki:
*) : HK, Hongkong.
**) : Welhit(Jawa), belahan bambu yang sisi-sisinya tajam.
***) : Ora ngurus kapur barus(Jawa), artinya cuek, tak peduli dengan apapun.
****): Ndhableg(Jawa) artinya kolot, kaku, cuek
[ Bersambung ke: CINTA SEJATI BIMA & TIKA, Mozauk V ]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar