Rabu, 13 Januari 2010

[ Mozaik: I ] Namaku Bima

Berawal dari keisengan seorang pemuda mengacak nomor ponsel, yang cuma selisih satu angka saja,…0999 dan …1999, ia mungkin tak pernah menyangka bahwa apa yang ia lakukan itu melahirkan kisah cinta antara kakak perempuannya dengan seorang laki-laki bernama Bima. Bima adalah nama samaran seorang pria yang telah berumah-tangga di sebuah desa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, mempunyai satu anak laki-laki yang masih kelas satu SD, hidup serba pas-pasan, swasta dan miskin.

Pemuda itu sebut saja Ragil, masih lajang, mempunyai kakak perempuan bernama Tika yang cantik dan “kebetulan” janda beranak dua, laki-laki dan perempuan. Tika, yang ternyata orangnya sangat menarik simpati kaum Adam tersebut sangat antusias saat diperkenalkan dengan Bima oleh adiknya, katanya orang ini sepertinya cocok dengan kakaknya, yang cerdas, konyol, dan menggemaskan. Betapa terkejutnya Tika saat pertama kali mendengar suara Bima melalui ponsel, ia hampir tak percaya sebab suara Bima mirip dengan suara mantan suami keduanya. Yah…Tika memang janda dua kali, tapi wajah dan bodynya tak kalah dengan anak gadis. Dari itulah mengapa kebanyakan pria yang kenal dengannya selalu ingin lebih mengenalnya lagi.

Waktu berjalan seperti biasa, Bima dan Tika masih tetap berhubungan meskipun hanya lewat ponsel, saling bertanya, saling menjawab, saling menggoda dan saling tertawa karena kekonyolan yang diciptakan masing-masing. Mereka memang cocok dari segi sifat, hobi, dan pandangan hidup. Tapi dengan adanya kecocokan tersebut tidaklah langsung mereka menyatakan untuk “berpacaran”. Terlalu riskan untuk begituan, mungkin disebabkan karena beda status ataukah rasa tak enak dan kawatir jika “paseduluran” mereka jadi bubar ditengah jalan. Dari itulah mereka menyatakan untuk menjalin tali persaudaraan saja daripada percintaan.

Antara butuh dan angkuh disini berlaku bagi mereka, dan kemenangan ada dipihak “butuh”, pada dasarnya mereka memang membutuhkan daripada sekedar gengsi yang terkesan wagu, dari pihak si wanita sudah jelas, baru beberapa bulan ia dikecewakan oleh suaminya yang berujung perceraian, betapa sakit dan kecewanya sebuah perpisahan setelah sekian lama bersatu namun dengan sangat terpaksa harus berpisah, dari pihak si pria juga jelas, jadi seorang suami tapi tak seperti layaknya suami sebab sang isteri tak mampu mengimbangi dalam hal apapun tanpa terkecuali urusan diatas ranjang. Dari sinilah lahir sebuah ungkapan minor antara mereka berdua, yaitu “jatuh cinta”.

Mereka sadar bahwa cinta telah merasuk didalam hubungan “paseduluran” tersebut. Mungkin cinta yang gila, atau merekalah sebenarnya yang gila! Apalagi sekarang, telah tercipta sebuah komitmen untuk menjalin hubungan serius, yaitu menuju pernikahan secara resmi! Benar-benar gila! Yach…cinta memang membuat mata jadi terbalik, hati yang merah menjadi biru, dan tentu saja umur 62 terasa 26. Pada dasarnya memang demikianlah adanya, dan sungguh kurang pantas jika kita menganggap mereka tidak waras, sebab maklumlah bagi para pencari yang akhirnya bertemu dengan sesuatu yang mereka cari, apa itu? Adalah cinta sejati. Mencintai dan dicintai, berimbang satu sama lain, bahagia, ikhlas, dan tenteram disisi seseorang yang kita sebut sebagai sang kekasih.

Fase yang mereka ciptakan sangat unik, mulai dari sekedar hubungan kenalan menjadi persahabatan, persaudaraan, berpacaran dan akhirnya pernikahan. Tapi itu semua mereka lakukan bahkan sekalipun belum pernah bertemu! Aneh, sangat aneh untuk dibicarakan. Tapi…ya itulah mereka, Bima dan Tika, dua sosok insan pecinta yang saling mencari akhirnya dipertemukan oleh Tuhan dengan cara yang unik.

Bagaimana dengan isteri Bima?
Yach, kita semua sadar bahwa sesungguhnya apa yang kita inginkan terkadang tidak sesuai dengan kenyataan, dari situlah lalu tumbuh yang dinamakan pencarian untuk mencapai tahap kesempurnaan, agar merasa damai dan tenteram didalam menjalani kehidupan, apalagi menyangkut masalah perasaan, dengan kata lain bahwa isteri Bima meleset jauh dari harapannya, antara sendiri atau berdua sama saja, sangat ironis, enggak nyambung dan memalukan untuk diceritakan. Sehingga dengan adanya keterbatasan pola pikir semacam itu justeru menyebabkan dampak yang kurang baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, sifat-sifat tak mau belajar dan kurang peduli terhadap perasaan orang lain, antagonis, dan suka tidur. Orang yang sedang tidur tentu tidak menyadari kalau burung kesayangannya lepas dari sangkar oleh sebab kekurangan makanan, lalu terbang mencari buah-buahan yang dirasa cocok sesuai seleranya. Kira-kira filosofinya begitu. Atau pada saat musim kawin, seekor anjing akan memutuskan tali yang mengikatnya dan melampiaskan libidonya mencari anjing betina oleh sebab kurangnya perhatian dari sang majikan, maka mungkin saja si Bima lebih rendah daripada burung dan anjing atau mungkin saja itu semua harus terjadi sebagaimana kita sebut sebagai: Takdir yang tak bisa ditolak.

Takdir memang tak bisa ditolak maupun dihentikan, meskipun kita kepayahan menjalaninya namun tak membuat ciut nyali takdir untuk tetap mendatanginya, merangkul kehidupan Bima dan Tika dalam cinta, tidak ada kebetulan karena semua telah tercatat dengan rapi di langit. Maka sebaik-baik makhluk adalah yang selalu bersandar pada ketetapan-Nya, mereka bersandar pasrah, mengikuti arus yang membawanya tanpa sanggup menolak, jika akhirnya cinta yang membawanya maka mereka bersama-sama pergi menemui apa yang telah digariskan. Saling mencintai satu sama lain dengan cinta yang sebenarnya, tanpa paksaan, tulus dari hati masing-masing.

Lantas apa saja yang memotifasi mereka untuk menjalin hubungan asmara? Mungkin karena mereka telah sama-sama merasa cocok, mereka lepas landas dari bandara logika, menerjang jarak, status, ruang dan waktu. Seperti halnya cinta yang notabene bersih dan suci dari segala kotoran yang mengendap disekelilingnya. Hanya saja cinta tampak kotor jika nafsu dan materi ikut nimbrung disela-sela perjalanannya. Mereka memang sengaja menghindari itu semua demi sebuah tijuan yang lebih mulia, mereka saling mencintai karena Allah semata.

Tak perlu menyalahkan cinta jika terjadi konflik yang menyedihkan, itu anggapan mereka. Tapi lain halnya bagi orang yang awam terhadap nilai-nilai cinta, mengecam dan menyalahkan tanpa di selidiki lebih dulu ada apa dibalik itu semua, hati orang tak ada yang tahu selain dirinya sendiri. Baik itu tujuan maupun alasan yang mendasari terjadinya suatu urusan. Kesenjangan semacam ini sungguh sangat disayangkan sebab hanya akan menghambur-hamburkan waktu dengan percuma. Kita lihat saja bagaimana nantinya, terhadap pekerjaan dan akhir dari perjalanan cinta mereka. Semoga Allah meridhai cinta mereka.

[Bersambung ke CINTA SEJATI BIMA&TIKA, Mozaik: ll]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar